GENERASI EMAS CALON GURU YANG HILANG
Semua orang
sepakat bahwa bangsa yang maju karena kualitas warganya dalam menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Warga yang menguasai ilmu pengetahuan baik dan
teknologi yang maju dihasilkan oleh sistem pendidikan yang baik. Sistem
pendidikan yang baik akan ditentukan oleh pelaku pendidikan yang baik. Pelaku
pendidikan yang baik dihasilkan dari
pendidikan yang baik pula. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pendidik yang kualitas, dan pendidik
yangberkualitas akan mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Jadi
seolah bisa dikatakan jika pendidik yang berkualitas menjadi penentu kemajuan
bangsa. Walaupun ini tidak bersifat mutlak.
Namun data
menyebutkan demikian, sebagai contoh bagaimana Ethiopia dulu yang merupakan
negara miskin dan pernah dilanda bencana kelaparan dahsyat. Namun sekarang
berubah menjadi negara yang beranjak maju setelah membenahi pertanian dengan
menggandeng Israel sebagai mitra untuk berkolaborasi pengembangan teknologi
pertanian. Sudah barang tentu pendidikan menjadi bagian penting dalam
pengembangan teknologi pertanian. Sekarang Ethiopia siap menjadi negara maju
bidang pertanian, bahkan akan menjadi negara pengekspor hasil pertanian. Perkembangan ini akan menjadi
momentum kebangkitan negara-negara Afrika lainnya.
Jauh
sebelumnya ada negara Siera Lion yang lebih berani untuk menjadi dengan
mengedepankan alokasi anggaran pendidikan yang besar untuk memungkinkan
kemajuan bidang pendidikan sebagai penyokong kemajuan bangsa. Dengan spekulasi
tersebut telah membuktikan bahwa dengan kualitas pendidikan yang meningkat akan
memicu pertumbuhan ekonomi. Ditandai dengan pergeseran angka HDI (Human Development Index) yang cukup
signifikan.
Jadi intinya,
pelaku pendidikan yang baik akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, yang
pada gilirannya akan mampu meningkatkan angka HDI atau IPM (Indeks Perkembangan
Manusia). Dengan kriteria HDI yang mencakup 3 bidang yaitu kesehatan,
pendidikan,dan ekonomi. Maka dapat dilihat bahwa dengan mengetahui data HDI
negara-negara di dunia, akan terbaca bahwa negara dengan rangking HDI yang baik
berarti kualitas kesehatannya baik, kualitas pendidikannya baik, dan
pertumbuhan ekonominya baik.
Indonesia
adalah negara dengan angka HDI yang stagnan dalam waktu satu dasa warsa ini.
Ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan, kualitas pendidikan dan pertumbuhan
juga stagnan. Khusus bidang pendidikan terlihat jelas dari nilai PISA, TIMSS
dan PIRLS yang merupakan pengukuran peserta didik bidang sains, matematik, dan
literasi yang juga stagnan. Ini berarti kualitas pelaku pendidikan juga stagnan
artinya tidak ada terobosan baru untuk usaha meningkatkan angka-angka tersebut.
Diantara
pelaku pendidikan yang paling dominan adalah pendidik atau guru. Dari data
terbaca bahwa kualitas pendidik stagnan. Lebih jelas jika membuka big data
pendidikan di Indonesia, akan terlihat bahwa dalam kurun waktu satu dasa warsa
ini tidak ada penambahan guru baru yang signifikan sementara guru justru
semakin menua. Sehingga kondisi guru yang semakin menua tidak cukup energi
untuk membuat terobosan baru.
Pendidikan
butuh darah muda yang segar, tapi apalah daya, semua sudah berlalu. Sebetulnya
kita punya momentum munculnya darah muda pendidik yang segar yaitu saat tahun
2015-an, dimana waktu itu mahasiswa keguruan memiliki grade 80 bahkan melebihi
grade pendidikan kedokteran. Terpicu oleh adanya sertifikasi guru yang mulai
terealisasi pencairannya pada tahun 2008, dan ternyata berlanjut di tahun-tahun
berikutnya. Maka minat peserta didik
masuk perguruan tinggi keguruan mengalami peningkatkan sehingga menimbulkan
persaingan yang ketat. Dan dari tahu ke tahun semakin sengit, bahkan di tahun
2011 perguruan tinggi keguruan mendapatkan mahasiswa dengan grade tertinggi.
Mahasiswa tersebut lulus kira-kira tahun 2015. Artinya di tahun itulah kita
mempunyai calon guru yang terbaik yang bisa menjadi penggerak dan penerobos
atas kestagnanan pendidikan. Dari hasil pengamatan selama beberapa tahun
lulusan perguruan tinggi keguruan memiliki lulusan yang terbaik.
Dan di tahun
itu pula minat masuk perguruan tinggi keguruan langsung anjlok setelah ada
pergantian kepemimpinan nasional, dengan mencanangkan pertumbuhan nol untuk
guru baru. Sehingga kita memiliki guru berkualitas terbaik dari tahun 2014
hingga tahun 2019, bagai bunga baru belum sempat mekar langsung layu, begitu
lulus langung ada kebijakan tidak ada pengangkatan guru baru. Tragis. Tapi ada
sisi yang diuntungkan yaitu dunia perbankan, sigap langsung karena setiap
rekruitmen pegawai baru otomatis lulusan tersebut mendominasi hasil seleksi.
Sehingga generasi emas calon guru terbaik itu telah hilang. Bukannya menjadi
guru tapi menjadi pegawai perbankan.
Waktu telah
berlalu, dan tidak bisa kembali. Jika bangsa ini ingin bermufakat untuk menjadi
maju maka butuh langkah yang sangat progresif, yaitu breakthrough terobosan baru. Pertama jauhkan pendidikan dengan
politik, pendidik dengan adanya undang-undang otonomi daerah menjadi semakin
mandul untuk melakukan terobosan dalam pembelajaran. Setiap pemilihan pemimpin
baru, pendidik menjadi terpecah dalam beberapa fraksi terpaksa mengikuti aliran
politik praktis walaupun ada regulasi yang melarangnya. Setelah penetapan
pemimpin baru akan terjadi puting beliung
birokrasi, atau bahkan tsunami
birokrasi. Alih-alih penataan malah menjadikan pendidik semakin bercerai berai,
sehingga tanpa disadari pendidik akan mencari survival sendiri. Bagaimana mau memikirkan pembelajaran yang
membuat peserta didik berkembang dan maju. Dan itu sudah menjadi rahasia umum,
sehingga muncul himbauan agar setelah penetapan pemimpin baru daerah tidak
melakukan penataan pegawai baru. Dan ini sulit dihindari sebagai sifat
manusiawi yang punya rasa dendam politik tentu ini tidak mudah. Ya, mungkin
tidak segera penataan, tapi begitu suasana mulai mereda langkah ini pasti
dilakukan. Setiap pemimpin hampir pasti akan menata pegawainya dua kali dalam
lima tahun kepemimpinannya, pertama saat menjelang pemilihan dan setelah
pemilihan.
Kedua,
pendidik guru dikelola pusat. Sesuai amanah undang-undang dasar bahwa
pendidikan merupakan urusan negara. Dengan otonomi menimbulkan semakin banyak
ketimpangan antar daerah maka akan menimbulkan disparitas kualitas pendidikan.
Belum lagi urusan karier guru dan kesejahteraan antar daerah yang berbeda.
Sehingga menimbulkan ketidakkenyamanan dalam kerja. Walaupun sekarang sudah ada
yang menjembatani dengan adanya layanan online. Dengan pengelolaan guru
terpusat maka akan mudah dalam pengorganisasiannya termasuk pembinaannya. Untuk
mampu membuat terobosan baru mau tidak
mau harus mengupgrade pendidik yang masih ada. Pemerintah dapat langsung mengupgrade
semua guru seluruh Indonesia dengan sarana IoT (Internet of Thing).
Ketiga,
pendidik harus dibekali kemampuan berselancar di dunia maya. Banyak kasus bahwa
salah cara untuk mengubah suatu keadaan masalah apapun sekarang adalah
penguasaan internet. Maka pendidik dipaksan harus menguasai internet, dengan
cara pelatihan secara terpusat oleh kementerian. Perkembangan pembelajaran abad
secara global akan bisa diikuti secara virtual. Pendidik akan mampu
menyesuaikan perkembangan zaman. Sementara di dunia saja perkembangan
pembelajaran sudah sulit mengejar ketertinggalan dengan perkembangan teknologi
yang melaju sangat pesat. Sebetulnya ada optimisme, bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa dengan daya suai tinggi. Sehingga tinggal kemampuan
penyelenggara pendidikan dalam hal ini kementerian untuk mengelola dengan baik.
Dengan berselancar di dunia maya, guru dapat melihat berkembangan pembelajaran
yang berhasil membuat peserta didik memiliki kompetensi akademis, kepribadian
dan sosial yang baik.
Keempat, menata
ulang sistem pendidikan, selama ini pendidikan limbung dalam menentukan
sandaran untuk ditiru. Suatu waktu akan meniru sistem pendidikan Finlandia
negara yang terbaik dalam kualitas pendidikan. Baru disurvey, dipelajari dan
sedikit dicontoh, belakang berubah arah lagi. Melihat Australia maju dengan MBS
(Managemen Berbasis Sekolah) tergiur untuk meniru, lagi-lagi gagal di tingkat
implementasinya. Kadang ada rasa gengsi saat dikatakan kualitas pendidikan
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, dengan
mencari kompensasi mengatakan karena negara yang luas dan berbagai macam
permasalahan pendidikan sehingga kualitas pendidikan menjadi rendah. Untuk itu perlu
kesepakatan visi pendidikan akan dibawa
kemana dan misi pendidikan dengan cara apa visi dicapai. Sistem pendidikan yang
akan ditiru apa yang ada di dalam negeri seperti sistemnya Ki hajar Dewantara
atau luar negeri semacam negara-negara timur seperti Jepang, China, Korea
Selatan dan Singapura yang bertengger di peringkat atas HDI. Atau meniru gaya
Eropa semacam, Finlandia, Jerman, Prancis dan Swedia. Cari yang paling cocok
dengan kondisi Indonesia. Setelah semua disepakati, guru tinggal menyesuaikan
diri dengan sistem yang telah disepakati. Keyakinan bahwa guru Indonesia mempunyai
daya suai yang tinggi high fidelity
recording. Pencontek bukan pecundang, dunia tahu betul bagaimana Amerika
tidak suka dengan Jepang, teknologi elektroniknya dicontek. Tapi pada akhirnya
Jepang mampu bersaing dalam elektronika dan merambah ke otomotif. Demikian juga
Korea Selatan yang terang-terangan mencontek Jepang, nyatanya sekarang semua
produk Korea Selatan mampu bersaing dengan Jepang ditingkat global bahkan dalam
beberapa tahun belakangan ini Jepang mulai kedodoran mengikuti perkembangan pencoteknya.
Untuk itu jangan segan-segan untuk mencontek sistem pendidikan, tentu perlu
pemikiran yang komprehensif.
Kelima, ubah
paradigma pembangunan, semua pakar berteori bahwa yang harus dibangun pertama
adalah ekonomi. Namun dunia telah membuktikan bahwa semua negara maju yang
pertama dibangun adalah pendidikan. Bisa lihat data bahwa negara Sierra Leone, sebuah negara Afrika yang
miskin memberanikan diri dengan mengganggarkan besar untuk pembangunan
pendidikan maka dalam beberapa terlihat angka HDI naik perlahan dan terlihat
jelas ekonomi akan tercipta dengan sendirinya naik. Di Musim pandemi negara ini
terbebas dari virus, setelah belajar dari virus ebola, jika sumber daya manusia
(SDM) negara tidak bagus hal ini mustahil. Lihat bangsa Indonesia dalam menangani
pandemi, pontang panting. Diminta menggunakan protokol kesehatan saja betapa
sulitnya, ini sinyal rendahnya SDM. Semua negara maju tidak main-main dalam
mengganggarkan pembangunan pendidikan, bahkan yang tekun terus menerus fokus
pendidikan mampu mendatangkan devisa lewat pendidikan seperti negara-negara
Eropa, Prancis misalnya menjadi tujuan orang dunia untuk belajar di universitas
ternama di negara itu, itu semua mendatangkan devisa. Chef termashur hampir
pernah mengenyam pendidikan di Prancis. Hampir semua universitas rangking 100
dunia berada di Amerika, Eropa, Jepang dan China, negara tempat universitas
tersebut telah lama menikmati devisa dari pendidikan. Dengan melihat gambaran
negara maju, jika kita mau fokus maka potensi itu sangat besar. Prancis boleh
punya sekolah chef dan parfum, Indonesia berpotensi dengan kegunungapian,
mineralogi, biofarmaka, energi terbarukan dan lain-lain.
Keenam,
tingkatkan kesejahteraan pendidik. Sering terdengar gaji guru jauh di bawah
UMR, padahal sumbangan untuk kemajuan pendidikan sangat besar. Lihat
negara-negara tetangga, bagaimana pemerintah menggaji gurunya, dan lihat juga
dampaknya. Dengan melihat gejala yang pernah terjadi dengan pencairan
sertifikasi guru, telah menimbulkan antusiasme peserta didik menjadi guru,
merupakan momen yang dapat diambil pelajaran. Tanpa disadari akan menghasilkan
kualitas guru grade satu, seperti di
Jepang guru dihasilkan dari lulusan terbaik universitas ternama. Nyatanya guru
Jepang sangat antusias menyandang status guru karena kesejahteraannya sangat
layak. Karena kesejahteraan yang rendah, maka jangan salahkan guru mencari
tambahan penghasilan di luar pekerjaan sebagai guru. Kalau keadaan sudah
seperti ini jangan bicara kualitas pendidikan.
Ketujuh,
kualitas kepala sekolah. Walaupun sudah berjalan sistem perekrutan kepala
sekolah dengan sistem seleksi, sangat jarang ( 10%) dihasilkan kepala sekolah
yang bermutu. Bahkan pernah disurvey oleh kementerian didapatkan hasil tidak
ada kepala sekolah yang mampu melewati passing
grade 75. Akhir-akhir ini budaya kepala sekolah semakin tidak terkendali
dengan mengikuti main stream pamer
kekayaan. Memang ada gula ada semut, ada anggaran besar ya pendapatan besar.
Perlunya pengawasan yang baik untuk masalah anggaran pendidikan. Merangkum laman resmi kemendikbud, kepala
sekolah akan dipilih dari guru-guru terbaik, kemendikbud juga akan mendorong
munculnya kurang lebih 10.000 sekolah penggerak yang akan menjadi pusat
pelatihan guru dan katalis bagi transformasi sekolah-sekolah lain, menyederhanakan
kurikulum, AKM sebagai pengganti Ujian Nasional. Assesmen Kompetensi Minimum
(AKM) akan digunakan untuk mengukur kinerja sekolah berdasarkan literasi dan
numerasi siswa, dua kompetensi inti yang menjadi fokus tes internasional
seperti PISA, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS),
dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Dan langkah
berikutnya, platform teknologi pendidikan berbasis mobile. Kemendikbud akan
mendorong ratusan Organisasi Penggerak untuk mendampingi guru-guru di Sekolah
Penggerak. Selain itu, juga menggunakan platform teknologi pendidikan berbasis
mobile dan bermitra dengan perusahaan teknologi pendidikan (education
technology) kelas dunia. Termasuk menggerakkan puluhan ribu mahasiswa dari
kampus-kampus terbaik untuk mengajar anak-anak di seluruh Indonesia.
"Dengan semua strategi ini diharapkan pelajar Indonesia menjadi pelajar
sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila yaitu berakhlak mulia, mandiri, kebinekaan global,
gotong-royong, kreatif, dan bernalar kritis,” tutup Nadiem. Tentu bukan sekadar
wacana saja, perlu merealisasikannya.
Walaupun
generasi emas calon guru telah hilang bukan berarti tidak ada optimisme untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Atau akan mengulang momentum terjadinya
generasi emas calon guru, dengan melihat data guru yang semakin menua. Tahun
2025 kemungkinan akan terjadi tsunami
guru dengan datangnya gelombang guru pensiun. Maka waktu inilah saatnya membuat
stimulus momentum itu terjadi lagi. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru,
perekrutan guru yang transparan dan berkualitas, akan memicu munculnya generasi
emas calon guru secara alami di tahun 2025. Sehingga tahun 2045 menjadikan
Indonesia sebagai negara maju dapat terwujud. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar